Selasa, 16 Februari 2016

#BurhanBacaBuku Farag Farouda 'Kebenaran Yang Hilang'


Setelah sekian lama tertimbun dalam tumpukan file-file di laptop, akhirnya e-book ini terbuka kembali. Tepat setelah membaca judulnya, “Wow! Ini buku pasti isinya keren banget!” Akhirnya kubaca selembar demi selembar dan ternyata emang keren banget.

Oke, kita mulai tentang Farag Farouda. Beliau ini meninggal karena menulis buku ini. Sepertinya beliau ini pemikir yang cukup netral. Ingin melihat sesuatu tanpa batasan peraturan agama tetapi masih tetap mengikuti norma-norma agama Islam. Masih menghormati sahabat-sahabat nabi, tetap menuliskan hal-hal sopan, dan tidak hiperbola dalam menuliskan fakta.

Buku ini mengungkapkan khilafah dari sudut pandang politik. Unsur agama dikesampingkan dalam buku ini. Buku ini cukup kontroversial di tengah-tengah masyarakat Mesir saat itu yang berkecamuk karena ingin didirikannya Khilafah. Karena murni sudut pandang politik, maka jangan kaget kalau Farag Farouda ini mengungkapkan hal-hal yang sangat mengagetkan dan pengambilan kesimpulan yang tak kalah membuat kaget juga. Tapi, setelah kita baca buku ini, kita jadi lebih sadar kalau kita harus membuka wawasan luas-luas mengenai sebuah kasus meskipun itu kasus agama. Karena ternyata gak sedikit pula permainan politik atas menggunakan dalil-dalil agama yang udah ‘dipesan’ oleh penguasa.

Satu hal yang saya sukai dari buku ini dan cukup membuat saya berpikir adalah kita sering berangan-angan bahwa kita ingin hidup seperti ketika jaman kepemimpinan Rasulullah SAW atau kepemimpinan al-Khulafa’ al-Rasyidun. Kita ekspos terus menerus tentang hal-hal baik ketika jaman itu. Bagaimana cara menuntaskan ini itu dan lain sebagainya. Tetapi kita juga sering lupa bahwa kita ini generasi kesekian dari Rasulullah SAW, dimana sudah berbeda jauh sekali semangatnya. Ketika jaman al-Khulafa’ al-Rasyidun saja sudah terjadi kasus ini itu, apalagi di jaman kita yang orangnya seperti ini? Sehingga, seolah-olah hal yang utopis untuk menjadi khilafah lagi kalau kita hanya melihat kinerja kepemimpinan Rasulullah SAW dan al-Khulafa’ al-Rasyidun yang relatif sangat sebentar daripada sistem khilafah Dinasti Umayyah dan Dinasti Abbasiyah yang hampir seribu tahun. Dimana pada kedua dinasti tersebut tidak sedikit penyelewengan-penyelewengan politik yang sedikit banyak mencederai khilafah itu sendiri.

Menggunakan sub-judul “Sisi Kelam Praktik Politik dan Kekuasaan Dalam Sejarah Kaum Muslim” udah mengungkapkan isi dari keseluruhan buku ini. Banyak hal yang mengejutkan di dalamnya – atau akunya aja yang gak tau ya? – yang bisa kita ambil untuk pelajaran sejarah.

Salah satu yang mengejutkan adalah seperti kutipan yang kuambil dari buku ini...

“Renungkanlah jumlah kekayaan lima orang pemuka sahabat yang mempunyai nama besar dalam sejarah Islam. Mereka semua adalah sosok-sosok yang diberi kabar gembira akan memperoleh surga oleh Rasulullah, yaitu enam orang yang diwasiatkan Umar untuk dipilih menjadi penggantinya. Salah satunya adalah khalifah terpilih, yaitu Usman bin Affan. Ada juga al-Zubair bin ‘Awwam, Sa‘ad bin Abi Waqash, Thalhah bin ‘Ubaidillah, dan ‘Abdurrahman bin ‘Auf, sebagaimana dikisahkan kitab al- Tabaqāt karangan Ibnu Sa‘ad Di situ dikatakan bahwa tatkala Usman terbunuh, di dalam berangkasnya terdapat 30 juta 500 ribu dirham, serta 100 ribu dinar. Semuanya dijarah dan hilang tak bersisa dalam pemberontakan yang mengakhiri hidupnya. Ia juga meninggalkan seribu ekor unta di Rabzah, dan sejumlah pemberian sedekah sekitar 200 ribu dinar untuk Beradis, Khaibar, dan Wadil Qura.”

Lalu sang penulis melakukan penarikan kesimpulan seperti ini...

“Perhatikanlah apa yang diceritakan al-Mas’udi kepada kita tentang Umar. “Ketika Umar melaksanakan haji, selama perjalanan pergi dan pulang ke Madihah, ia hanya menyedekahkan uang sekitar 16 dinar. Ia bahkan mengatakan kepada anaknya, Abdullah: ‘Kita telah berbelanja secara berlebihan dalam perjalanan ini’.” Bayangkanlah, andai 16 dinar sudah mencukupi untuk belanja Umar dan anaknya, atau pun mencukupi kebutuhan Umar sendiri untuk masa sebulan penuh, kita tentu dapat membayangkan apa yang bisa diperbuat dengan puluhan juta dinar dan kepingan emas yang dipotong dengan kapak pun akan membuat tangan melepuh.”

Ini masih berhubungan dengan  al-Khulafa’ al-Rasyidun, belum dengan dinasti kekhilafahan selanjutnya yang kalo diungkap lebih mengejutkan lagi kenyataan mengenai hal-hal yang masih disembunyikan selama ini.

Seperti yang saya ambil dari buku ini...

“ ... Bahkan, sejarah mencatat bahwa Ali bin Abi Thalib pun, seorang khalifah yang paling asketis dalam hidupnya, wafat dengan meninggalkan 4 orang istri dan 19 orang selir. Jumlah gundik-gundik ini semakin berkembang dalam sejarah imperium Islam; menjadi puluhan pada masa Umayyah, mencapai ratusan pada masa Yazid bin Abdul Malik, dan menembus angka ribuan pada masa Abbasiyah. Bilangan ini bahkan mencapai angka 4000 orang sebagaimana sudah kita singgung dalam pembahasan tentang al-Mutawakkil. Khalifah ini konon telah meniduri 4000 gundik selama seperempat abad masa kepemimpinannya. Tentu ini merupakan rekor tertinggi kepemilikan gundik yang pernah tercatatkan dalam sejarah.”

Jujur saja aku shock. Kaget. Miris. Kok bisa. Apakah mungkin meskipun kami sama-sama Islam, tetapi memiliki budaya yang berbeda dan jabatan duniawi yang berbeda sehingga untuk mencapai angka istri maupun gundik sebanyak itu aku gak kepikiran.

Mirisnya, dulu ketika tau sejarah kerajaan-kerajaan lain tentang pergundikan yang angkanya cukup fantastis pula dan aku bersyukur karena Islam tidak seperti itu, eh ternyata aku salah. Sejarah mencatat hal yang sama pula di dinasti Islam.

Adalagi kebenaran yang diungkap dalam buku ini. Ini menyangkut Dinasti Abbasiyah...

“ ... Al-Watsiq sungguh telah membuka babak baru dalam rangkaian episode sejarah kekhalifahan Islam. Ia menapaki jalannya sendiri, berbeda dengan jalur yang ditempuh para khalifah lainnya. Ia mengabadikan namanya lewat syair-syairnya. Lebih dari itu, ia memerintah selama 6 tahun dengan berpindah-pindah dari pelukan seorang pria ke pria lainnya. Agar para pembaca tidak rancu membaca soal ini dan menganggapnya salah cetak, saya perlu menuliskannya lagi. Ia memerintah selama 6 tahun dengan berpindah-pindah dari pelukan seorang pria ke pria lainnya. Ia memang punya kecenderungan seksual yang menyimpang dan mencintai sesama jenisnya.”

Al-Watsiq ini khalifah lho. Pemimpin negara Islam. Gak habis pikirlah. Ketika kita mengelu-elukan anti LGBT di saat-saat ini, tetapi ternyata ada pemimpin yang malah seperti ini.

Kesimpulannya, banyak hal yang akan membuat pembaca terpana dari membaca buku ini karena terungkapnya hal-hal yang selama ini tidak terungkap. Akan tetapi, saran saya, jangan memakan bulat-bulat informasi yang ada di buku ini, ditelaah lebih lanjut. Apakah informasi yang Farag Farouda sampaikan ini benar-benar fakta atau hanya karangan beliau sendiri. Tidak tertutup kemungkinan untuk menemukan fakta-fakta baru yang lain. Pun jangan pula langsung anti-khilafah, karena setiap pihak pasti memiliki argumennya masing-masing yang akan diperjuangkan. Tetaplah terbuka terhadap wawasan baru yang membuat kita menjadi lebih baik.

Semua kebenaran datangnya hanya dari Allah SWT semata, semoga kita selalu di dalam lindungan-Nya dan selalu ditunjukkan ke jalan yang lurus. Amiin.
Share: