Minggu, 23 April 2017

Mengapa Tidak Langsung Belajar Al-Quran dan Al-Hadist Aja?

Aku sempat berpikir untuk seperti itu.

"Ngapain kita belajar ilmu lain dari Ustadz kalo kita bisa langsung nemu di Al-Quran dan Al-Hadist?"

Lalu, aku coba beberapa saat. Hasilnya? Bingung setengah mati.

Kita tau kalo terjemahan Indonesia dari Al-Quran, sangat bukan kosa kata orang Indonesia. Mana ada kosa-kata Indonesia yang menggunakan perandaian dan sangat indah? Saking indahnya aku berpikir, ini maksudnya mau ngomong apa sih?

Mulai saat itulah ku tersadar. Bayangkan bahwa Al-Quran dan Al-Hadist adalah ilmu yang paripurna. Ketika belajar advance accounting saja, kita mesti belajar pengantar akuntansi dan intermediate accounting. Gimana kita paham kalo ujug-ujug langsung belajar advance accounting? Sesat pikir yang ada. Terlebih kalo kita terapkan ke Al-Quran dan Al-Hadist yang mana kita nggak belajar disiplin ilmunya. Gimana kita mau ujug-ujug ke ilmu paripurnanya? Yaa sesat pikir yang ada.

Akhirnya ku mengakui diri karena bukan dari disiplin ilmu yang mempelajari Al-Quran dan Al-Hadist, maka ku hanya bisa mempelajari melalui ceramah-ceramah Pak Ustadz. Ini kalo diandaikan yaa masih PAUD. Belajar permukaan aja, ibadah yang akan dilakukan sehari-hari. Sudah. Ketika akan memasuki lebih dalam, ilmuku gak nyampe, karena memang disiplin ilmuku tidak disana.

Jadi, jangan keblinger untuk sok-sokan langsung belajar ke kedua sumber ilmu yang paripurna. Ikuti prosesnya saja, kalau tidak mau yaaa dengarkan ulasan-ulasan dari sumber ilmu tersebut. Jangan pernah menjadi ahli agama sedangkan kita tidak belajar disiplin ilmu itu. Jangan! Debat kusir ntar adanya.
Share:

0 komentar:

Posting Komentar