Minggu, 03 Januari 2016

Indomie ala What’s Up Cafe

#TantanganTigaPuluh #02 
#Sabtu, 2 Januari 2016

Seharian gak ngapa-ngapain. Tidur lagi karena masih terlalu capek perjalana Depok-Serang. Terus main ke kosan Ucup, tidur-tiduran lagi dan nonton film. Tapi setidaknya gue udah memulai menulis target di 2016 yang kata Arnest itu udah terlambat, tapi tak apalah. Itu akan gue bahas nanti aja.

|----|

Sore menjelang maghrib. Grup line SOSCAMP mulai rame lagi. Karena Afina sang petualang Malaysia udah balik ke Malaysia duluan. Kami membicarakan juga tentang foto yang tak kunjung ter-upload. Lalu tiba-tiba karena gue dan Galih gak ada kerjaan, kami mengidekan untuk mengajak makan malam anak-anak Malaysia yang masih di Depok. Akhirnya Galih yang ngobrol sama mereka. Akhirnya kami memutuskan ke What’s Up. Sampai di sana, gue Galih terlambat 7 menit dan Atiqa, Arifah sama Cahaya udah sampai duluan dan udah menjadi waiting list pula.

What’s Up ini sebuah kedai makanan spesialis olahan Indomie. Taglinenya aja ‘The Next Level of Indomie’. Secara tempat cukup nyaman untuk berbicara keras dan tertawa sepuasnya. Ada permainan-permainan kecil kaya Uno gitu.

Hmmm, harga. Untuk Indomie polos, gak beda jauh sama harga warkop. Tapi untuk Indomie yang next level wow juga harganya. Kita beli 3 menu. Oseng mercon, sosis saus thai, sama spesial what’s up. Ketika pesanan datang dan gue liat penampakannya, dalam hati gue berkata, ‘Hmmmm, margin harga yang diambil tinggi juga ini.’ Oseng mercon ‘cuma’ Indomie rebus kasih cabai dan daging sapi sama kikil sapi dengan potongan-potongan yang tidak banyak juga – mending beli bakso seharga 12ribu – kuahnya juga polosan. Untuk spesial what’s up gue gak bisa kasih pendapat karena cuma liat dari jauh aja. Naaaah, pesanan gue itu Indomie goreng sosis saus thai. Ini seems legit dari dua menu yang lain. Setelah gue rasain, emang beda rasanya. Punya keunikan rasa sendiri yang khas. Bumbu Indomienya kalah. Sayangnya, terlalu kuat bumbu di sausnya itu, jadi malah neg diakhir. Kalo beli resep, ini cukup worthed dengan harganya yang kita bayarkan.

Well, untuk saat itu gue memberikan poin 8.3/10. Melihat ide mereka dan lokasi yang enak untuk bertahan lama tertawa lepas dan berteriak-teriak.

Tetapi, entah mengapa prediksi gue, What’s Up susah untuk bertahan lama dengan keuntungan yang maksimum. Pun kalau jangka panjang hanya keuntungan yang standar segitu-gitu aja. Karena ini hanya makanan yang nge-trend sejenak. Mudah dilupakan anak muda. 2-3 tahun lagi What’s Up harus mengganti What’s Up dengan makanan lain, konsep lain, nama merk lain meskipun yang punya sama. Mengingat juga di Margonda susah untuk kekal lama kalo gak ganti-ganti.

Catatan: Hanya opini pribadi, tidak bermaksud menjatuhkan What’s Up. Pendapat gue, bakal berbeda dengan pendapat lain. Jangan jadikan referensi utama kalo mau makan di What’s Up.







|----|

Oiya, berkenalan dengan orang luar negeri beneran membuka wawasan kita. Meskipun itu ‘cuma’ Malaysia yang mana tetangga terdekat Indonesia. Kita jadi tahu budaya mereka, keadaan negara mereka, dan banyak lainnya. Arifah yang belajar diploma politik sangat tidak suka dengan korupsinya Najib Razak yang baru-baru ini mencuat. Atiqa yang belajar diploma akuntan pun bisa nyambung dan gue pikir untuk akuntan Indonesia sepertinya udah siap menghadapi MEA. Lalu Cahaya yang gue lupa diploma apa dia punya semangat yang tinggi untuk keluar dari Serawak dan mencari pengalaman di Semenanjung. Well, terimakasih atas berbagi pengalamannya!

|----|
Share:

0 komentar:

Posting Komentar